KEKERASAN TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA

Beberapa kisah mengenai masih banyaknya terjadi kekerasan terhadap Pembantu Rumah Tangga (PRT),dihimpun dari berbagai Sumber

    GABUNG HARI INI BERSAMA SEKOLAH INTERNET MARKETING TERBESAR DI INDONESIA

    DAPATKAN DISCOUNT 25% UNTUK BULAN PERTAMA

    _______________________________________________________________________

Jumat, 10 Agustus 2007

Ratapan Pembantu Disiksa Majikan

SETRIKA PANAS MENDARAT DI TANGAN


Empat tahun lalu, Ika (25) jauh datang dari Singkawang ke Bekasi agar bisa mandiri meski menjadi pembantu rumah tangga. Namun, ia mesti mengalami nasib naas dianiaya majikannya. Berikut penuturannya saat ditemui, Sabtu (5/8) di Bekasi

Tak pernah terbersit dalam pikiranku bakal mengalami peristiwa pahit seperti ini dalam hidupku. Sejak kecil, aku dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh kedua orang tuaku. Meski hanya menjadi petani di Singkawang, Kalimantan Barat, mereka tak pernah memarahi apalagi memukulku. Di keluarga, aku anak keempat dari tujuh bersaudara, dan satu-satunya anak perempuan yang belum menikah. Kelima saudaraku yang lain laki-laki.

Aku tak mau menjadi beban bagi keluargaku. Meski hanya lulusan SD, aku ingin hidup mandiri dan punya uang sendiri. Itu sebabnya, dengan tekad bulat aku minta izin pada orang tuaku untuk mencari pekerjaan di kota, yang jaraknya satu jam perjalanan dengan bus dari rumah. Aku diizinkan. Pada awal tahun 2003 itu, aku tinggal di rumah kenalan bersama beberapa orang lain yang juga sedang mencari pekerjaan. Kenalanku itu bukan agen tenaga kerja. Aku hanya menumpang di sana.

Sebulan kemudian, datang Bu RY, wanita asli Singkawang yang kemudian menjadi majikanku. Bu RY adalah teman si pemilik rumah. Dia sedang mencari pembantu untuk bekerja di rumahnya di Bekasi. Ia menanyakan kesediaanku. Aku setuju.

Setelah sempat pulang ke rumah orang tua untuk minta izin dan membawa baju seadanya, Februari 2003 aku berangkat ke Bekasi bersama Bu RY. Berdua kami naik kapal. Aku senang, apalagi dijanjikan digaji Rp 200 ribu per bulan. Jumlah yang menurutnya cukup besar.

KENYANG DIPUKULI
Setiba di rumah Bu RY, aku segera bekerja. Tugasku menyapu, mengepel, menanak nasi, mencuci baju, membersihkan rumah, dan mengasuh anak tunggalnya yang berusia sembilan tahun. Awalnya, Bu RY mengajariku cara memasak, mencuci dan lain-lainnya sesuai keinginannya. Aku menurut saja. Layaknya manusia, aku juga membuat kesalahan. Awalnya, Bu RY hanya menasihatiku.

Namun, lama-kelamaan dia mulai marah tiap kali aku dianggapnya bersalah. Salah memotong sayur saja, aku mendapat tamparan. Namun, kalau merasa tidak melakukan kesalahan, aku mencoba membela diri. Aku tak sadar, ucapanku itu justru menjadikannya makin marah dan makin getol menamparku. Dia juga semakin murka kalau aku berteriak kesakitan akibat pukulannya. Sejak itu, diperlakukan sekasar apa pun, aku hanya diam.

Sikap majikanku tidak berhenti, tapi sikapnya malah semakin menjadi. Bahkan, bila dia sedang kesal karena persoalan lain, akulah yang dijadikan sasaran. Rasanya aku kenyang dipukuli setiap hari. Seolah tak puas hanya menampar, dia juga mulai menganiayaku dengan cara lain. Punggungku dihajar dengan gagang sapu, sedangkan merang sapunya dilapkan ke wajahku.

Pernah saat dia sedang kesal, aku kembali dimarahi. Waktu itu aku sedang mencuci sambil berjongkok. Aku memilih diam saja karena tak ingin mendapatkan pukulan lagi. Tapi tetap saja dia kesal. Pantatku ditendang hingga aku jatuh terjerembab. Dia juga sering mencakar wajah, leher, dan tengkukku dengan kuku-kuku tangannya yang panjang. Bekas lukanya sampai sekarang sangat banyak dan tak hilang.

Sambil mengomel, dia juga sering mencubit telinga kiriku sampai berdarah. Lalu, tanpa menunggu hitungan jam, dia menampar telingaku yang masih berdarah itu. Rasanya perih bukan main. Sebab, belum juga sembuh, telingaku kembali dicubit dan ditampar berkali-kali. Sekarang, daun telingaku jadi cacat, berlipat-lipat dan penuh bekas luka.

Belum lama ini, waktu aku sedang menyeterika, Bu RY kembali mengomel. Aku dianggapnya lambat bekerja. Tiba-tiba saja dia mengambil seterika panas itu dan menempelkannya ke tangan kiriku. Sakitnya bukan main, tapi aku tak berani mengaduh. Sampai sekarang, bekas luka masih terpampang panjang di tanganku. Belakangan ini, tiap marah dia juga langsung mengambil gunting dan memotong rambutku seenaknya.

Itu sebabnya, rambutku jadi tak beraturan begini. Entah apa maksudnya melakukan hal itu. Suami Bu RY yang bekerja sebagai PNS di Polda Metro Jaya, sebetulnya tahu aku dipukuli, tapi tidak berbuat apa-apa. Malah, dia menyuruh istrinya untuk memukulku, bila aku dianggap jorok karena berbicara dengan orang lain. Tak hanya itu, anaknya pun gemar memarahi, menendang, dan memukulku dengan gagang sapu bila kuminta mengerjakan PR. Tapi Bu RY tak tahu.

INGIN PULANG KAMPUNG
Sabtu sebelumnya, aku disuruh Bu RY ke pasar Rawa Kalong, yang biasa kutempuh selama 30 menit bersepeda dari rumah. Selesai berbelanja di pasar, entah mengapa, sepedaku berbelok ke gereja di daerah itu. Aku menemui Bu Ani (nama samaran, Red.) dan suaminya yang tinggal di belakang gereja dan mengurus tempat ibadah itu.

Pada mereka, kuceritakan masalahku dan minta didoakan agar tabah. Senin, sepulang dari pasar, entah mengapa aku kembali menemui Bu Ani di gereja. Besoknya, tekadku bulat untuk kabur.

Pagi itu, aku kembali diomeli karena dianggap tak becus bekerja. Bahkan Bu RY mengaku menyesal memberi baju dan kebutuhan pokok pada orang tuaku saat ia pulang ke Singkawang. Aku bilang, aku tak pernah memintanya melakukan itu. Bu RY marah dan menggunting rambutku. Nah, sejak itu aku tak mau lagi tinggal di rumah Bu RY. Ditemani suami Bu Ani, aku melaporkan Bu RY ke polisi.

Sayang, beberapa hari kemudian Bu RY tahu keberadaanku, entah dari mana. Meski tidak berhasil menemuiku, ia mengatakan pada Bu Ani bahwa aku kabur dengan mencuri uang Rp 200 ribu, membawa uang belanja Rp 50 ribu dan perhiasan miliknya. Semua itu tak benar. Aku hanya membawa sepeda yang kupakai belanja dan uang belanja Rp 20 ribu. Sekarang semuanya masih ada. Kelak, setelah masalah ini selesai, aku akan mengembalikan sepeda dan uangnya secara utuh.

Kudengar sekarang Bu RY kabur. Aku ingin dia dihukum setimpal. Tentu aku juga akan minta gajiku selama ini serta ganti rugi untuk mengobati semua bekas lukaku. Aku sendiri tidak kapok menjadi pembantu. Kelak setelah lukaku membaik, aku ingin pulang ke kampung, bertemu orang tuaku yang entah sudah tahu atau belum mengenai masalahku sekarang.

LUKA CAKAR DI BAWAH MATA
Sabtu (29/7) adalah kali pertama Ika datang ke gereja tempat Ani dan suaminya mengabdi. Pasangan ini tinggal di persis di belakang gereja tersebut. Pertama datang, ujar Ani, bagian bawah mata dan bibir Ika berdarah. "Sekitar setengah tahun lalu dia pernah ke mari. Setelah itu, ternyata dia tidak boleh ke gereja. Rupanya dia masih ingat pada gereja ini, dan datang ke mari pada saat sudah tidak tahan lagi," ujar Ani.

Senin (31/7), Ika kembali datang dan minta perlindungan. Kali itu, ada tiga luka cakar yang dilihat Ani di bawah mata Ika. "Besoknya, waktu dia datang lagi, saya tanyai apa keinginannya, mau lapor polisi atau tetap kerja di sana. Dia memilih lapor polisi dengan diantar suami saya," lanjut Ani.

Untuk sementara, karena tak punya tempat tinggal lain dan tak punya saudara di Bekasi, Ika tinggal di rumah Ani. "Awalnya dia sering melamun dan diam saja. Kami sering menasihati dan mengajaknya berdoa bersama supaya masalah ini cepat selesai," imbuh wanita berambut pendek yang enggan menyebut nama aslinya ini.

Kanit Reskrim Polsek Tambun Iptu Nyoman Wilasa membenarkan pihaknya tengah menangani kasus Ika. Sampai sekarang, pihaknya sudah memeriksa beberapa orang saksi, termasuk Ika dan suami RY. RY sendiri, menurut Wilasa, belum diperiksa. "Sejak didatangi banyak wartawan beberapa hari lalu, dia pergi entah ke mana. Saat kami ke sana dia sudah tidak ada," tutur Wilasa yang akan terus mencari RY.

Polisi sendiri belum bisa menetapkan RY sebagai tersangka. "Kami harus menegakkan asas praduga tak bersalah. Namun, kalau dia terbukti menganiaya, dia bisa dikenai ancaman pasal 351 KUHP karena melakukan penganiayaan," lanjutnya.

Sumber : http://www.tabloidnova.com/articles.asp?id=12229&no=2


Selengkapnya!


Derita Nestapa Dua Pembantu

DIPUKULI LALU DISEKAP DI LEMARI


Sudah begitu banyak cerita pembantu yang dianiaya majikannya. Kali ini, kisah pilu itu menimpa dua pembantu asal Lampung. Mereka dianiaya hanya gara-gara minum susu.

Tubuh En (20) dan Ti (21) terbaring lemah di Rumah Sakit Sukanto, Jakarta. Mereka menderita luka di sekujur tubuhnya. Penderitaan mereka seolah bertambah karena tak ada keluarga yang menemani mereka. Maklum, keluarga dua gadis belia ini berada di Lampung. "Tolong, beri kami uang untuk pulang kampung. Kami ingin pulang setelah sembuh," pinta En dan Ti dengan nada memelas.

Nasib En dan Ti menambah panjang deretan pembantu yang dianiaya majikannya. Mereka adalah pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah pasangan Erni dan Ir Boike di Jalan Taman Sari, Perumahan Jatinegara Baru, Jakarta Timur. Mereka mengaku sering mendapat perlakuan buruk dari majikan perempuannya. Sekujur tubuh En mulai dari pusar ke bawah, hingga ke jari kaki, tampak melepuh. Telinga sebelah kanan En juga mengalami luka serius. "Aku disiram air panas yang lagi mendidih" ujar En berlahan.

Nasib Ti setali tiga uang. Dengar keluhannya, "Pipi dan lenganku kena cipratan air panas. Memang tak banyak, tapi melepuh juga. Tetapi yang lebih parah di bagian ini (Ti menunjukkan kemaluannya.)," kata Ti sambil menahan sakit.

DISIRAM AIR MENDIDIH
Ketika bekerja beberapa tahun lalu, mereka sebanarnya sudah mendapat perlakuan yang kurang baik. Namun, mereka masih menganggap tindakan majikannya itu masih wajar. Kemalangan mereka berpuncak pada Kamis (19/1) lalu. Kala itu, mereka dituduh mencuri uang sebesar Rp 500 ribu dan minum susu tanpa izin. "Demi Allah, kami tidak mencuri," ujar En dan Ti bersamaan.

Mereka mengaku memang minum susu bubuk milik majikannya. Mereka berani melakukannya karena didorong tubuh mereka yang semakin hari semakin lemas karena tak mendapat makanan yang layak. "Kami sudah beberapa hari tidak dikasih makan. Kata orang, minun susu bisa menahan lapar," papar En yang diamini oleh Ti.

Perbuatan mereka di dapur itu, ternyata dipergoki Erni. Tahu susu untuk anaknya diminum pembantunya, tensi nyonya majikan langsung meroket. Mereka dimaki habis-habisan. "Semua nama binatang disebutkan buat kami. Lalu, Bu Erni memukul kami. Kami dipukul dengan benda apa saja yang ada di dapur. Ada kayu ya pakai kayu, ada selang ya pakai selang. Kami dipukuli seperti binatang," ujar Ti dengan nada lirih.

Tak puas sampai di situ, lanjut gadis tamatan SD ini, Erni langsung merebus air. Lima belas menit kemudian, En dan Ti disuruh berdiri tegap di depan kamar mandi dengan tangan ke atas. Tangan dan kaki Erni terus saja mendarat di wajah dan sekujur tubuh En dan Ti. "Kami tak berani berteriak. Sebab, sudah menjadi kebiasaan Ibu, kalau kami dipukuli terus menjerit atau berteriak, Ibu malah memberikan pukulan yang lebih keras."

Sesaat kemudian, air yang direbus Erni sudah mendidih. Ti melihat saat sang majikan menciduk air panas itu. Paham gelagat buruk, Ti berlindung di balik kamar mandi. "Kudengar En menjerit kesakitan. Aku tahu, dia disiram air panas. Tak lama kemudian, Ibu mendobrak pintu kamar mandi. Giliran aku yang disiram," cerita Ati yang kontan saja merintih pedih.

Ti dan En hanya bisa menangis. Hati mereka begitu pedih. Lebih pedih lagi, sang majikan seolah tak peduli. Hari berikutnya mereka tetap harus bekerja seperi biasa. Meski kondisi mereka lunglai, tetap saja majikannya tak memberi jatah makan selayaknya. "Kami hanya diberi makan sedikit oleh Oma," keluh En.

DISEMBUNYIKAN DI LEMARI
Empat hari setelah kejadian, Ti disuruh majikan perempuannya mencuci mobil di garasi, lepas tengah malam. Padahal, luka akibat siksaan sang majikan belum sembuh. "Aku hampir tak bisa berjalan lagi, tetapi tetap mencuci mobil, sambil ditunggui oleh Ibu dan Bapak. Mungkin saat aku jalan terpincang-pincang, ada warga yang melihat," cerita Ti.

Bermula dari sana kekerasan yang dilakukan Erni terhadap dua pembantunya terbongkar. Sabtu (21/1), cerita Ti, ia mendengar suara gaduh di luar rumah. Ti mendengar suara ketukan. Namun, Ti tidak tahu apa yang terjadi di luar karena rumah majikannya tertutup rapat. "Saat itu, Bapak tengah mandi dan Ibu berada di lantai atas."

Semula Ti tidak paham ketika Erni menyuruhnya dan En naik ke kamar atas. "Karena aku dan En hampir tak bisa menaiki tangga, ibu menyeret kami. Sampai di atas, En disuruh masuk ke lemari gantung, sedangkan aku disuruh turun lagi. Aku disuruh Ibu pura-pura membersihkan lantai. Dia mengancam agar aku tidak cerita pada siapa pun tentang apa yang terjadi."

Ti melihat saat majikannya membukakan pintu. Rupanya polisi datang dan melihat kondisi Ti. Selanjutnya, Ti dibawa ke Polsektro Cakung didampingi kedua majikannya. "Di kantor polisi, aku diancam Ibu agar tak memberi tahu keadaan En. Karena takut, aku bilang pada polisi, En sudah dua hari yang lalu pulang kampung," ceritanya.

En menyambung cerita Ti. "Padahal aku sendiri lagi menahan sakit dan pengap di dalam lemari. Aku lemas dan mungkin mau mati kali," ujar wanita lulusan SMP seraya melirik ke temannya. "Aku tahu, polisi sudah dua kali membuka lemari yang menutupi aku, tapi aku tak berani berteriak. Aku takut ancaman Ibu," ujar En yang kemudian disuruh keluar oleh Boike.

Majikan prianya ini membawa En ke rumah orang tuanya yang kosong di kawasan Jatinegara Barat. "Aku di kasih makan dan diberi pakaian oleh Bapak dan disuruh memegang kunci. Lalu, Bapak meninggalkan aku," ujar En.

INGIN PULANG KAMPUNG
Pintu kebebasan pun datang. En ditemukan warga sekitar dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Ia dilarikan ke Polsek Jatinegara. Akhirnya, En kembali dipertemukan dengan Ti. Mereka pun menceritakan perbuatan Erni pada polisi. En mengisahkan, ketika pertama kali bekerja, mereka masih diperlakukan secara baik. "Aku tiga tahun kerja di sana, sedangkan Ti sudah empat tahun," kisah En yang mengaku dibayar setahun sekali.

Tahun pertama bekerja, mereka mendapatkan gaji tak lebih dari Rp 1 juta. Tahun ke dua dan ke tiga, masing-masing mendapatkan Rp 2 juta. "Di kampung, uang dua juta sudah berguna sekali untuk membantu biaya hidup keluargaku. Saat itu, Ibu tidak segalak sekarang. Kalau marah, paling-paling kami hanya ditampar," papar En yang mengaku sudah tiga kali pulang kampung.

Menurut Ti dan En, majikan prianya sebenarnya tahu perbuatan istrinya. Namun, Boike tak bisa berbuat banyak untuk membantu mereka. "Sebenarnya Bapak tahu, kalau kami tak dikasih makan atau belum makan. Sesekali pulang dari kantor, Bapak memberikan roti kepada kami di luar sepengetahuan istrinya. Kami di suruh makan roti oleh Bapak, jangan sampai ketahuan dengan ibu. Bapak salah juga sih, dia terlalu takut," cerita Ti.

Kini, mereka berharap cepat sembuh. Rencananya, mereka akan pulang kampung. "Aku belum tahu, apakah kelak akan jadi pembantu lagi. Yang penting aku cepat sembuh," harap Ti dan En. Kalaupun jadi pembantu lagi tentu mereka berharap tak akan jadi korban kekerasan majikannya.

JADI GUNJINGAN TETANGGA
Terbongkarnya kasus ini tak lepas dari jasa Musro, seorang buruh bangunan yang sudah dianggap sebagai warga perumahan itu. Musro-lah yang melihat Ti berjalan pincang saat mencuci mobil. Musro mengabarkan kejadian ini kepada warga lain. "Saya dan keamanan di sini melaporkan terjadinya penganiayaan itu."

Musro menceritakan, kejadian itu memang membuat warga marah. Kala itu, sudah berkumpul lebih dari seratus orang yang siap merusak rumah Erni-Boike. "Namun, polisi berhasil mencegah. Nah, setelah seorang pembantu dibawa ke kantor polisi bersama majikannya, kami menggeledah rumah itu. Kami tahu, kok, mereka punya dua pembantu," kata Musro.

Bersama polisi setempat, Musro dan sebagian warga mengecek semua ruangan. Namun, mereka tak menemukan En yang disembunyikan di kamar. "Ternyata saat kita grebek rumah itu, satu pembantunya ada di dalam almari," papar Muso seperti menahan emosi.

Penganiayaan yang dilakukan Erni kepada dua pembantunya, sebenarnya sudah jadi pergunjingan tetangganya. Menurut salah seorang ibu rumah tangga yang enggan disebut namanya, En dan Ti terlihat seperti orang kelaparan dan teraniaya. "Melihat kondisi mereka, sebenarnya warga sudah curiga. Sayangnya, si pembantu itu sendiri tak mau bicara. Kalau ditanya, kenapa mukanya memar, dia tak ma uterus terang. Katanya, jatuh," ujarnya.

Ana, pembantu rumah tangga yang tinggal di rumah sebelah kiri Erni mengungkapkan, ia sering mendengar suara jeritan kecil En atau Ti. "Saya mendengarnya dari dapur rumah majikan saya. Saya juga mendengar seperti orang memukul. Mungkin saat itulah mereka dianiaya. Setelah itu, tak ada lagi suara. Saya menduga, mulut Eni dan Ati debekap pakai kain, " terang Ana.

Kini kasus ini ditangani Polrestro Jakarta Timur. Salah seorang staf Kanit serse membenarkan bahwa nyonya Erni kini masih menjadi tahanan Polres, "Saya tak punya wewenang untuk memberikan pernyataan. Atasan saya sedang ke luar kota. Pelaku juga tak mau ditemui wartawan, mukanya selalu ditutupi oleh tangannya sendiri," ungkapnya.

Sumber : http://www.tabloidnova.com/articles.asp?id=10815&no=2


Selengkapnya!

Dua Pembantu Asal Indonesia Disiksa Majikan di New York


Kapanlagi.com - Dua perempuan warga negara Indonesia telah menjadi korban penyiksaan serta penyekapan oleh majikannya pasangan suami isteri yang tinggal di Long Island, Nassau County, negara bagian New York, demikian diungkapkan Kantor kejaksaan New York.

Menurut laporan Associated Press, Selasa, kedua WNI yang menurut dokumen kantor jaksa bernama Samirah dan Nona, antara lain mengalami pemukulan, penyiraman dengan air panas, serta sejak selama lima tahun tidak diperbolehkan keluar rumah.

Samirah dan Nona diketahui tiba di Amerika Serikat pada tahun 2002 secara legal dengan menggunakan visa B-1 dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada Varsha Mahender Sabhnani (35) dan suaminya Mahender Murlidhar Sabhnani (51).
Pasangan Sabhnani, yang disebut-sebut warga kaya raya yang memiliki usaha di bidang parfurm, dilaporkan kemudian menyita paspor Samirah dan Nona.

Laporan menyebutkan bahwa selama bekerja pada keluarga Sabhnani, kedua perempuan Indonesia itu mengalami pemukulan, disiram dengan air panas, dipaksa secara terus menerus menaiki dan menuruni tangga, mandi 30 kali dalam waktu tiga jam, yang semuanya dimaksudkan sebagai hukuman atas kesalahan yang mereka lakukan.
Salah satu dari kedua korban juga dipaksa untuk memakan 25 cabai pedas sekaligus dan telinganya dilukai oleh pisau kecil.

Kedua perempuan WNI juga dipaksa tidur di atas keset di dapur serta kurang mendapat makanan sehingga --seperti yang dituturkan kepada pihak kejaksaan, keduanya terapaksa mencuri makanan dan menyimpannya di tempat yang tidak diketahui majikan.
Kasus itu mulai terkuak pada Minggu (13/5) ketika salah satu dari WNI terlihat mondar-mandir di depan sebuah kedai kopi di wilayah Syosset dengan hanya mengenakan celana dan sehelai handuk.

Karyawan restoran yang melihat perempuan tersebut kemudian memberikan jaket, makanan, serta memanggil polisi.
Pihak berwenang yang mengeluarkan surat perintah penggeledahan terhadap rumah Sabhnani pada hari yang sama kemudian menemukan perempuan WNI lainnya yang sedang bersembunyi di dalam lemari di bawah tangga menuju ruangan bawah tanah.

Varsha dan Mahender Sabhnani oleh Pengadilan Distrik Central Islip akan dikenai tuduhan menyekap dua WNI yang bekerja pada mereka sebagai pembantu rumah tangga dan melarang mereka keluar rumah dengan alasan apapun --kecuali membawa sampah ke pinggir jalan.

Samirah dan Nona dijanjikan gaji sebesar 200 dolar AS setiap bulan, tapi jaksa federal mengungkapkan bahwa keduanya tidak pernah diberi uang secara langsung oleh pasangan Sabhanani. Namun anak salah satu dari Samiran atau Nona yang tinggal di Indonesia dikirimi 100 dolar AS sebulan.

Hingga Selasa sore belum diperoleh keterangan lebih lanjut dari pihak KJRI New York tentang keberadaan kedua WNI tersebut. (*/cax)

Sumber : http://www.kapanlagi.com/h/0000171989.html

Selengkapnya!

Kamis, 09 Agustus 2007

Lagi Dua TKW Disiksa, Indonesia Sesalkan Respon Polisi Malaysia


20/06/07
Kuala Lumpur (ANTARA News) - Belum juga tuntas kasus Ceriyati, dua lagi pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia mengalami penyiksaan oleh majikannya di Malaysia, dan Indonesia menyesalkan respon lamban polisi negara Jiran itu dalam menangani kasus ini.

Kepala Satgas Perlindungan dan Pelayanan WNI Kedutaan Besar Indonesia di Kuala Lumpur, Tatang, menyatakan bahwa dua tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia yang bernasib malang itu bernama Lilis (27) dan Siti Kurniatin (26) asal Semarang.

"Lilis kini sudah berada dalam perlindungan KBRI sedangkan Siti sedang kami jemput di kepolisian Triang, Pahang," katanya di Kuala Lumpur, Rabu.
Menurut Tatang, Lilis yang bekerja sebagai PRT di Bandar Sri Damansara ditolong oleh Ketua UMNO Cabang Bandar Sri Damansara ketika melarikan diri sekitar jam 03.00 pagi, karena tidak tahan sering disiksa majikan.

Lilis ditemukan Ketua UMNO setempat, Azizi Abd Razak, dalam keadaan luka-luka seperti muka di bawah mata kiri bengkak, juga dada, kaki, dan seluruh anggota badan.

Sebelum melarikan diri, ia sempat dipukuli dan disiksa hanya karena lupa membangunkan salah satu dari tiga anak majikannya untuk pergi ke sekolah.

PRT itu dilarang melakukan shalat dan sering diminta memasak sup babi dan makan daging babi. Disuruh kerja jam 4.30 hingga jam 2 pagi. Karena tidak tahan dengan sistem kerja dan sering disiksa, ia kabur dan dibantu oleh Ketua UMNO yang membawanya ke kantor polisi untuk dibuatkan laporan penyiksaannya.

"Kami sudah mengambil Lilis dan mengamankan dia di KBRI. Ketika kami mengambil Lilis, pihak kepolisian setempat tidak menahan majikannya," kata Tatang.

Ditengah kesibukannya membantu Lilis, Tatang mengaku hari ini juga mendapatkan laporan dari polisi Triang, Pahang, bahwa ada PRT asal Indonesia bernama Siti Kurniatin dari Semarang jatuh dari lantai 3 ketika mencoba melarikan diri dari majikannya karena dirampasnya kebebasan.

Berdasarkan laporan polisi, dia mengalami retak pada tempurung kepala sebelah kanan, serta pendarahan di otak.

"Ini juga yang kami sesalkan dari aparat kepolisian Malaysia kejadian Siti melarikan diri itu terjadi, Minggu, 3 Juni 2007, jam 04.20 waktu setempat, tetapi kedutaan baru diberi informasi hari ini. Hingga saat ini majikannya pun tidak ditahan," kata Tatang, dengan nada agak tinggi.

Siti Kurniatin bekerja pada majikan Lee Chew York (37) dan agensi pemasok PRT Lai Brothers Agency. Siti bekerja sebagai tukang jahit. Majikannya Lee Chew York membantah tuduhan bahwa ia mengurung para pekerja atau melarang mereka pergi keluar.

Siti ketika mencoba melarikan diri lalu terjatuh. Ia dibantu masyarakat setempat dalam keadaan pingsan dan berdarah-darah di sebuah jalan Temerloh, Triang, Pahang. Oleh masyarakat setempat, Siti kemudian dibawa ke rumah sakit Temerloh untuk mendapat pengobatan.

Kepala Satgas Tatang sangat menyesalkan pihak kepolisian Malaysia dalam menangani kasus penyiksaan PRT Indonesia. Pertama, jelas-jelas ada penyiksaan tetapi PRT selalu dikembalikan ke agensi dan tidak memberikan informasi kepada kedutaan. Kedua, polisi Malaysia biasanya enggan menahan majikan jika ada kasus penyiksaan PRT kecuali KBRI mendesak mereka untuk menahan majikan.

"Perilaku aparat kepolisian seperti inilah yang menyebabkan kasus penyiksaan PRT di Malaysia terus terjadi akibat majikan Malaysia jarang yang ditindak tegas," katanya.

Menurut juru bicara KBRI Eka A Suripto, pada tahun 2006, ada 1000 kasus terjadi pada PRT Indonesia di Malaysia, 60 persen kasus gaji tidak dibayar majikan, dan penyiksaan 15 persen, sisanya kasus lain-lain.(*)

Written by Mira Alfirdaus
Sumber :
http://www.stoptrafiking.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=138&Itemid=2

Selengkapnya!

Ceriyati Memilih Kabur dari Apartemen


Tidak tahan dengan perlakuan kasar yang diterima dari majikan, Ceriyati binti Dapin (34) nekat melarikan diri melalui jendela. Ia turun meluncur dari Lantai 15 Apartemen Tamarind Sentul, Kuala Lumpur, Minggu (17/6) pukul sebelas siang.

Ia hanya berpegangan pada tali yang dia susun dari potongan-potongan pakaian yang dia rangkai kembali menjadi tali peluncur itu. Namun, ketika berada di posisi lantai 12, ia gamang karena jalan ke bawah masih terlalu jauh dan riskan. Ia pun bergeming di posisi yang sama dan berhenti sesaat.

The New Straits Times, Minggu, memberitakan penghuni di lantai 12 kebetulan melihat seseorang sedang menggelayut dalam posisi bahaya. "Penyelamat" itu segera menelepon petugas pemadam kebakaran. Setibanya di lokasi kejadian, petugas pemadam kebakaran menggelar bantalan empuk di tanah, siapa tahu Ceriyati terjatuh. Untunglah Ceriyati bisa bertahan dan petugas kemudian menyelamatkannya dari lantai 12 itu.

Ceriyati yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan berasal dari Brebes, Jawa Tengah, itu menggemparkan Malaysia. Media massa memuat foto-foto ketika tim Bomba, regu pemadam kebakaran dan penyelamatan Malaysia, sedang menyelamatkan Ceriyati.
Nama aslinya adalah Ceriyati, tetapi disebut di beberapa media Malaysia sebagai Shamelin yang berasal dari Palembang.

Ceriyati, yang bermuka memar karena siksaan fisik, terpaksa keluar dari jendela. Masalahnya pintu utama apartemen dikunci dari luar oleh majikannya. Ceriyati mengaku tidak menduga ketinggian apartemen tempatnya bekerja. Karena itu, Ceriyati takut dan ngeri setelah berhasil melalui tiga lantai apartemen.
"Saya berhenti di lantai 12 dan saya langsung takut setelah saya melihat ke bawah. Ternyata tempatnya tinggi sekali. Jauh sekali di bawah," tutur Ceriyati seperti dikutip The New Straits Times. Ketika melarikan diri, majikan Ceriyati sedang tidak ada di rumah.

Saat ini Ceriyati ada di Kedutaan Besar RI (KBRI) di Kuala Lumpur. Wakil Dubes RI untuk Malaysia AM Fachir, Atase Tenaga Kerja Teguh H Cahyono, dan Kepala Satuan Tugas Perlindungan dan Pelayanan WNI Tatang B Razak sudah bertemu dan berdialog dengan Ceriyati.
Ceriyati terpaksa melarikan diri karena tidak tahan disiksa majikan. Sejak mulai bekerja lima bulan lalu Ceriyati sudah memperoleh perlakuan kasar. "Jika saya melakukan kesalahan, majikan tidak akan memberi saya makan. Dia (majikan) sering menyakiti saya dengan memukuli berulang kali. Setiap kali majikan saya pergi, pintu selalu dikunci dari luar," tutur Ceriyati.

Ceriyati bercerita dia mulai bekerja setiap hari pukul enam pagi sampai pukul dua keesokan harinya. "Saya hanya diberi makan sekali sehari. Saya selalu disuruh bekerja di rumah dan juga membereskan pekerjaan majikan perempuan yang bekerja sebagai broker real estat. Pekerjaan rumah tangga sih selalu beres, tetapi pekerjaan di perusahaannya yang sering membuat majikan perempuan selalu memukul saya," ungkap Ceriyati.

Bukan hanya itu. Ceriyati juga mengaku dilarang beribadah. Dilarang keluar dari apartemen. Ceriyati juga disuruh tidur di lantai. "Karena disakiti dan dipukul terus, saya nekat kabur," kata Ceriyati.
Karena sering dipukuli, tubuh Ceriyati penuh luka, seperti bengkak di dahi, leher sebelah kanan, dan luka-luka di tangan. Ceriyati langsung dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan dan perawatan. Setelah itu, ia dibawa ke kantor polisi Sentul untuk dimintai keterangan.

Majikan bernama Tsen Saat dimintai keterangan polisi, majikan laki-laki Ceriyati yang bernama Michael Tsen sudah berada di kantor polisi. Saat ini Ceriyati dirawat di penginapan agen penyalur tenaga kerja Malaysia. Istri Tsen bernama Ivone Siew.

Selama lima bulan bekerja, Ceriyati juga belum menerima gaji. Ini merupakan pengalaman pertama Ceriyati bekerja sebagai pembantu di luar negeri. Dia mempunyai suami bernama Ridwan dan dua anak yang saat ini masih tinggal di Brebes.

Namun, setelah terjadi peristiwa ini, Ceriyati enggan kembali ke Indonesia sebelum membawa uang hasil bekerja selama ini. Dia dikirim ke Malaysia melalui agen Indonesia, PT Sumber Kencana Sejahtera. Agen di Malaysia yang menampungnya adalah Kemas Cerah Bhd.

Menurut Atase Tenaga Kerja KBRI Teguh H Cahyono, majikan dan agen Malaysia akan datang ke KBRI Senin pagi untuk membicarakan persoalan ini. Wakil Dubes AM Fachir mengatakan akan berkonsultasi dengan pengacara KBRI, lalu memberikan opsi kepada korban.

Selama ini Malaysia membutuhkan banyak tenaga asing—terutama dari Indonesia—yang sebagian besar dipekerjakan di sektor informal.
Berbagai pihak menilai undang-undang perburuhan di Malaysia tidak jelas sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai bagi tenaga kerja asing. Tenaga kerja asing yang bekerja sebagai pembantu biasanya bekerja dengan jam kerja yang panjang dan tidak jelas. Upahnya hanya 100 dollar AS per bulan.

Lebih dari 300.000 warga asal Indonesia bekerja sebagai pembantu di Malaysia. Menurut keterangan Pemerintah Malaysia, sedikitnya ada 1.200 pembantu rumah tangga asal Indonesia yang melarikan diri setiap bulan.

Mereka sebagian besar melarikan diri dengan alasan memperoleh perlakuan kasar, tidak kerasan dengan jam kerja tanpa batas, tidak kerasan karena tidak bisa bebas bergerak atau tidak mendapat upah yang memadai.

Ceriyati jelas bukan korban satu-satunya atau yang pertama. Ceriyati juga bisa dipastikan tidak akan menjadi korban yang terakhir karena minimnya perlindungan terhadap pembantu.

Ceriyati datang dengan harapan memperoleh sedikit uang untuk membantu keluarga. Namun, dengan kejadian ini, pupus sudah impian dan harapan Ceriyati untuk membahagiakan suami dan dua anaknya. "Sekarang saya hanya ingin pulang saja ke rumah," kata Ceriyati dengan suara lirih. (AFP/AP/ANTARA/LUK)

Sumber : Luki Aulia
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0706/18/utama/3617709.htm

Selengkapnya!

TKW Asal Sukabumi Disiksa Majikan di Malaysia


SUKABUMI--MIOL: Seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal Kampung Salamanja RT01/RW 02 Desa Batungunggal, Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat, Sri Hermawati, 21, disiksa majikannya, yang tinggal di Bintagor, Malaysia hingga babak belur.
Orang tua Sri, Heri Hermansyah, 62, dan Ny Eti Kurniati, 45, berharap agar anaknya yang masih tinggal di Malaysia sebagai pembantu rumah tangga (PRT) itu bisa kembali ke Indonesia

"Selama berada di Malaysia hampir 1,5 tahun, anak saya tidak pernah kasih kabar apa pun tentang kondisinya, namun baru Jumat (15/6) lalu anak saya kasih kabar via telepon," kata Ny Eti Kurniati saat ditemui kediamannya, Kamis.
Ketika memberi kabar itu, kata dia, anaknya menceritakan bahwa dirinya selama 1,5 tahun bekerja di Malaysia tidak pernah digaji, bahkan kerap dipukuli oleh istri majikannya.

"Bahkan bila hanya melakukan kesalahan sedikit saja, tidak diberi makan hingga anak saya berat badannya turun," katanya.
"Kalau anak majikannya tidak makan, maka Sri juga tidak diberi makan dan terkadang disuruh tidur di luar bila melakukan kesalahan," katanya menceritakan ungkapan Sri melalui telepon sambil menangis.

Sri Hermawati berangkat ke Malaysia sejak 13 Februari 2006 lalu tanpa menggunakan perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI). Ia berangkat ke Malaysia dengan cara ilegal tanpa sepengetahuan Dinas Tenaga Kerja setempat.
"Anak saya berangkat dengan menggunakan calo yang ada di Sukabumi (Ny Sri dan Ny Eneng) dan dari Sukabumi langsung menuju Kalimantan (Pak Pian), dan seterusnya ke Malaysia dibawa oleh salah satu agen yang bernama Franky," katanya.

Orang tua Sri Hermawati berharap agar anaknya itu bisa kembali berkumpul di rumah. "Saya tidak rela kalau anak saya sering disiksa, saya berharap pemerintah segera bisa membawa kembali Sri pulang ke rumah," kata Eti Kurniati. (Ant/OL-06)

Sumber : http://www.media-indonesia.com/berita.asp?id=137967

Selengkapnya!

PRT Asal Brebes Diperkosa Majikan dan Dua Anaknya


KUALA LUMPUR--MIOL: Nuraini, 29, PRT asal Brebes, mengaku diperkosa oleh majikan dan dua anak majikannya selama bekerja 10 bulan di Gombak, Selangor hingga hamil tiga bulan, tetapi kemudian majikan memaksa kandungannya digugurkan dengan cara minum obat.

"Saya sering diperkosa oleh majikan laki-laki dan dua anak laki-lakinya selama 10 bulan bekerja. Majikan laki-laki memerkosa biasanya sore hari karena istrinya tidak ada di rumah bekerja sebagai guru," kata Nuraini, di KBRI Kuala Lumpur, Jumat.

"Sedangkan anak-anak laki-lakinya, yang berusia 22 dan 20 tahun, memerkosa pada jam 2 hingga 3 pagi. Mereka membekap mulut dan memerkosa saya," kata Nuraini, yang sudah berkeluarga dan punya dua anak.

Tetapi akhirnya perbuatan majikan dan dua anak laki-lakinya itu diketahui juga oleh majikan perempuan sehingga membuat keributan rumah tangga. Oleh majikan laki-laki, Nuraini kemudian ditinggalkan di Hotel Wahid, Kuala Lumpur, dan diberikan sebuah KTP (kartu tanda penduduk), mykad istilah di Malaysia, milik Azimah Binti Mohari, beralamat di Puchong, Selangor.

Tanpa sengaja, Nuraini bertemu dengan Ketua Paguyuban Solidaritas Masyarakat Jawa, Magrodji Magfur, yang kemudian mengantarkannya ke KBRI Kuala Lumpur.
"Kami sangat kasihan. Sudah diperkosa, Nuraini ini tidak dibayar gajinya selama 10 bulan," katanya.
Majikannya telah melakukan tindakan kriminal memaksa korban untuk menggugurkan kandungan, kemudian ditelantarkan di sebuah hotel dan diberikan mykad milik orang lain.

"Jika ketahuan aparat kepolisian, dia bisa dituduh mencuri KTP orang Malaysia. Apalagi saat ini banyak mykad yang hilang dan dipalsu," kata Magfur.
Sementara itu, Kepala Satgas Perlindungan dan Pelayanan WNI KBRI Kuala Lumpur, Tatang B Razak, mengemukakan akan meminta keterangan dari yang bersangkutan dan jika terbukti akan melaporkan kepada kepolisian Malaysia.

Atase Tenaga Kerja KBRI Malaysia Teguh H Cahyono mengatakan Nuraini merupakan PRT yang legal, dikirim oleh PJTKI PT Mangun Jaya, di Jakarta Selatan.
"Kami akan meminta PT Mangun Jaya mengurus asuransi korban dan meminta dana pengacara bagi si korban," katanya.

Ketika dicoba konfirmasi ke majikan laki-laki, seseorang yang mengangkat handphone mengaku orang lain tetapi minta dikontak lagi 10 menit kemudian, sedangkan anak majikan laki-laki ketika dikonfirmasi mengaku tidak kenal dengan Nuraini dan tidak punya pembantu Indonesia. Tetapi semua nomor handphone yang diberikan Nuraini betul semua. (Ant/OL-06)

Sumber : http://www.media-indonesia.com/berita.asp?id=137967

Selengkapnya!

Lagi, TKI lari dari Penyiksaan Majikan di Malaysia


KUALA LUMPUR - Kasus penganiayaan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia kembali terulang. Penganiayaan kali ini menimpa Rumiati, 23, warga Brebes, Jawa Tengah, daerah yang kebetulan juga tempat asal Ceriyati, TKI teraniaya yang kabur dari lantai 13 apartemen majikannya.

Rumiati mengaku kabur dari rumah sang majikan karena tak kuat selama dua bulan dianiaya dengan bermacam cara. Kasus itu ditangani Polis Diraja Malaysia (PDM). Majikan Rumiati yang diketahui bernama Kim Yem, 37, sedang diperiksa penyidik polisi bagian Brickfield Kuala Lumpur.

Saat ditemui di Kantor Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur kemarin sore (1/8), luka Rumiati akibat deraan majikan masih terlihat jelas. Bagian kaki hingga kepala gadis berambut pendek itu terluka cukup parah.

Kedua kakinya membiru. Punggungnya dipenuhi bekas luka dan lebam-lebam. Begitu juga dada dan wajahnya. Dua bagian tubuh itu tampak membiru dan bengkak. "Ini akibat dipukuli pakai batu, rotan, dan tangan," cerita Rumiati sambil meringis menahan sakit.

Rumiati menceritakan, dirinya tiba di Malaysia dua bulan lalu. Dia disponsori sebuah perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) bernama PT Bina Insani. Di Malaysia, dia dijanjikan gaji RM 450 (sekitar Rp 1.125.000) setiap bulan sebagai pembantu rumah tangga.

Di rumah sang majikan di Jalan Desa Bahagia Nomor 42 Kuala Lumpur, Rumiati bukan satu-satunya pembantu asal Indonesia. "Ada teman saya asal Palembang. Namanya Misnah. Dia mengaku sudah satu tahun lebih bekerja sebagai pembantu," ujarnya.

Awal bekerja, Rumiati tak langsung jadi sansak hidup sang majikan. Dia baru merasakan pukulan dan penganiayaan model lain setelah seminggu bekerja. "Saya tidak ingat alasan majikan menganiaya saya. Yang pasti, setelah seminggu, saya mulai disiksa," tuturnya.

Sejak itu, Rumiati dicambuk dengan menggunakan rotan oleh Kim. "Telat sedikit saat disuruh ambil sesuatu, saya langsung dipukuli. Kadang dicambuk. Sekali menganiaya, majikan saya bisa melepaskan 50 kali pukulan atau cambukan," ungkap Rumiati.

Model penyiksaan yang dianggap paling sakit oleh Rumiati ketika sang majikan menghantamkan batu dan kunci mobil ke wajahnya. "Sakitnya bukan main. Rasanya mau pingsan saja saking tak kuat menahan sakit," lanjut Rumiati sambil menunjukkan luka di wajahnya.

Dia menambahkan, penganiayaan itu dilakukan berkali-kali dalam sehari. "Kadang pagi dipukuli, malam dipukuli lagi. Saya juga pernah disuruh berbaring di lantai dalam keadaan telungkup. Kemudian, leher saya diinjak. Kepala saya juga sering dibenturkan tembok. Dada saya diremas dengan keras, lalu dipukul," kata Rumiati lirih.

Saat meganiaya Rumiati, Yim selalu "mengurung" tiga anaknya yang masih kecil di kamar depan. "Kemudian, saya dianiaya di kamar belakang. Dia tidak ingin anaknya tahu," jelasnya.

Suatu hari, salah seorang anak sang majikan menyaksikan langsung ibu kandungnya menganiaya pembantu malang tersebut. "Dia bilang, ibu jangan pukul kakak. Kasihan…," ucap Rumiati menirukan ucapan anak majikannya itu.

Tak hanya dianiaya, selama dua bulan bekerja sebagai pembantu, Rumiati juga tidak memperoleh hak-haknya. Dia tidak pernah digaji. "Kadang, saya tidak diberi makan karena dihukum majikan," katanya.

Rumiati akhirnya berpikir untuk kabur. Dia melaksanakan niatnya itu pada Senin siang (30/7). Ketika sang majikan keluar rumah untuk menjemput anaknya sekolah, Rumiati kabur. "Saya bertemu orang di depan rumah. Saya minta tolong dia diantarkan ke kantor polisi. Ternyata, orang itu adalah mantan polisi. Akhirnya, saya diantarkan ke kantor polisi," akunya.

Setelah membuat laporan, kata Rumiati, polisi langsung menangani kasus itu. Bahkan, kemarin pagi (1/8), Yim langsung ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. "Tadi pagi (kemarin pagi) sekitar pukul 04.30, saya diajak ke rumah majikan. Dia langsung ditangkap. Setelah itu, saya diantarkan ke KBRI," ungkapnya.

Sekretaris Ketiga Fungsi Penerangan, Sosial, dan Budaya KBRI Kuala Lumpur Eka A. Suripto saat dikonfirmasi mengatakan, KBRI akan mendampingi Rumiati untuk menempuh proses hukum dalam kasus itu. "Seperti kasus sebelumnya, kami akan terus mendampingi jangan sampai hak-hak warga negara dilanggar," kata Eka.

Penganiayaan terhadap TKI yang bekerja sebagai PRT (pembantu rumah tangga) di Malaysia itu merupakan kali kesekian. Kasus yang pernah menjadi sorotan internasional adalah penganiayaan terhadap Nirmala Bonet, PRT asal Kupang, NTT. Hingga kini, kasus itu masih dalam proses persidangan di Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur.

Kasus sama yang juga menyita perhatian adalah Ceriyati, pembantu yang nekat kabur dari lantai 13 apartemen majikannya, karena tak kuat disiksa sang majikan. Kasus tersebut masih dalam proses penyidikan di kepolisian.

Kamis, 02 Agustus 2007
Sumber : admins
http://jatim.polri.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=489&Itemid=146

Selengkapnya!

Tubuh Pembantu Disetrika Majikan


MUARAENIM, SRIPO — Penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga yang mirip dengan kasus Nirmala Bonet --wanita asal NTB yang dianiaya majikannya di Malaysia-- terjadi di Kota Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan. Korbannya adalah Ekawati (13), gadis belia asal Dusun Lais Desa Penanggiran Kecamatan Gunungmegang, Muaraenim.

Korban menderita luka di beberapa bagian tubuh, karena disiksa sang majikan.
Kejadian ini dialami Eka di rumah majikannya yang menjabat di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII, AS, di Manna Kabupaten Bengkulu Selatan.

Menurut penuturan Eka ketika mengadukan persoalan itu ke kantor Bupati Muaraenim, Senin (14/6), awal mula dirinya mau menjadi pembantu Rumah Tangga (RT) sekitar 10 bulan lalu. Dia diajak oleh AS untuk bekerja di rumahnya yang kebetulan saat itu masih bertugas di PTPV VII Suli Inti Desa Penanggiran Kecamatan Gunungmegang.
Sekitar dua bulan bekerja, ternyata sang majikannya pindah tugas ke PTPN VII Manna. AS pun minta izin kepada ibu korban, Ida (45) untuk membawa Eka ikut, namun saat itu dikatakan ke Lampung bukan ke Manna. “Tetapi bukannya ke Lampung ternyata dibawa ke Bengkulu,” ujar gadis bertubuh kecil, berkulit hitam manis, dan rambut cepak ini.
Disetrika

Malapetaka tersebut berawal ketika pada waktu mesin cuci yang biasa digunakan mengalami kerusakan. Lantaran mesin tersebut rusak, istri AS berinisial NN marah-marah, dan sehari kemudian dia memukul Eka dengan ikat pinggang. Merasa belum puas, nyonya NN menempelkan setrika di lengan kiri korban hingga Eka luka bakar.

Berselang beberapa hari kemudian, aku Eka, dia kembali mendapat siksaan yakni menyuruhnya merendam kedua kaki dan tangannya ke air panas, sehingga melepuh.
Eka juga mengalami luka robek akibat dipukul dengan besi oleh anak AS berinisial BW, siswa kelas VI SD. Hingga sampai Jumat (11/6) lalu, Eka juga disiksa oleh anak perempuan majikannya, TK, mahasiswi di sebuah sekolah tinggi di Kabupaten Muaraenim.

“Hanya Pak Agus yang tidak melakukan penyiksaan. Tetapi pak Agus tahu penyiksaan tersebut dan hanya membiarkannya,” kata Eka seraya mengatakan, akhirnya Sabtu (12/6) kemarin dia dipulangkan oleh TK ke Desa Penanggiran menggunakan bus, namun TK sendiri tidak sampai ke rumah. “Aku langsung diturunkan, sedangkan dia tidak turun dari bus,” ujar anak keenam dari delapan bersaudara ini ditemani oleh ibu dan warga desanya yang ingin minta bantuan bupati. (ari)

Sumber : http://www.indomedia.com/sripo/2004/06/15/1506dae7.htm

Selengkapnya!


Nirmala Bonat Sering Disiram Air Panas dan Disetrika


Kuala Lumpur (ANTARA News) - Nirmala Bonat mengungkapkan kepada pengadilan Kuala Lumpur, Kamis, bahwa ia sering disiram air panas dan badannya diseterika oleh majikan perempuan Yim Pek Ha selama bekerja dari September 2003 hingga Mei 2004 di sebuah kondominium Villa Putra Kuala Lumpur.

Dengan muka tertunduk sambil mengusap air matanya beberapa kali Nirmala Bonat membeberkan semua peristiwa penyiksaan kepada pengadilan Kuala Lumpur yang dipimpin hakim Akthar bin Tahir.

"Saya disiram air panas ketika sedang membersihkan kamar mandi. Selain itu disiram air panas ketika sedang mencuci sepatu anak majikan, dan juga ketika di dapur. Kadang-kadang pagi dan petang. Saya tidak ingat tanggal kejadian, tuan yang arif," kata Nirmala kepada hakim. Ia menjelaskan hal itu ketika ditanya oleh Jagjit Singh, pengacara majikan perempuannya.

"Majikan saya bertanya apakah kamu mandi mencuci kepala. Saya jawab tidak karena kepala saya ada luka. Tak lama kemudian, majikan saya membawa air panas dari dapur kemudian menyiram air panas ke saya," kata Nirmala.

Nirmala juga mengaku beberapa kali badannya diseterika oleh majikan perempuan dengan setrika panas, tetapi ia tidak ingat tanggal dan hari kejadian. Ia hanya ingat peristiwa dan bagaimana kejadiannya.

Sidang kasus penyiksaan Nirmala hari ini rencananya akan mendengarkan permohonan pengacara Yim Pek Ha kepada hakim untuk membatalkan segala tuduhan terhadap kliennya ketika sidang sebelumnya Nirmala mengatakan kepada hakim bahwa laporan polisi yang dibuatnya pada waktu itu adalah tidak benar.

Tetapi hakim Akhtar bin Tahir kemudian meminta mereka untuk fokus pada pengujian laporan polisi, sementara para pengacara Yim mengatakan mereka sudah memfokuskan sidang hari ini untuk membacakan permohonan mereka. Hakim Akhtar tetap menolaknya dan meminta mereka untuk fokus menguji laporan polisi.

"Itu tergantung pada kalian mau ikut keputusan saya atau tidak. Saya akan skorsing sidang selama 15 menit," kata hakim.

Setelah sidang diskorsing, pengujian laporan Nirmala kepada polisi sektor Dang Wangi, Kuala Lumpur, 17 Mei 2004 kemudian dilanjutkan.

Seperti sidang-sidang sebelumnya, Nirmala menjawab pertanyaan-pertanyaan pengacara menunjukkan inkonsistensi dan membingungkan. Misalkan, ia mengatakan tidak pegang paspor dan bawa paspor ketika lapor kepada polisi. Ia juga mengatakan, tidak ingat berapa lama menunggu pemeriksaan polisi dan berapa lama diperiksa polisi.

Dengan nada tinggi, Jagjit Singh menanyakan, "Nirmala, kamu bicara yang betul. Jika kamu selalu jawab tidak ingat, mengapa dalam laporan polisi kamu menyebut nomor paspor kamu?"

"Pada waktu itu saya masih ingat nomor paspor saya sekarang lupa," kata Nirmala. Ia membuat laporan penyiksaan terhadap dirinya pada 17 Mei 2004 ke kantor polisi Dang Wangi, Kuala Lumpur.

Nirmala mengaku membuat laporan polisi dalam bahasa campuran, yakni Indonesia dan Malaysia, tetapi ketika ditanya Jagjit Singh, apakah kata-kakta "payudara, istri, dahi, majikan, setrika, menyiram, dan mengetuk" merupakan kata-kata Indonesia, dijawab bukan.

Nirmala adalah pembantu asal NTT yang disiksa dengan cara sering disiram air panas, disterika, dan dipukuli dengan tangan dan besi yang diduga dilakukan oleh majikan perempuannya Yim Pek Ha, 37 Thn. Ia bekerja dengan majikan sejak September 2003 hingga Mei 2004 di kondomonium Villa Putera, Kuala Lumpur.(*)

Sumber : http://www.antara.co.id/arc/2007/7/26/nirmala-bonat-sering-disiram-air-panas-dan-disetrika/


Selengkapnya!


Pembantu Dianiaya Hingga Retak Tulang Leher


Minggu, 27 Agustus 2006 | 23:10 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Seorang pembantu rumah tangga asal Grobogan, Jawa Tengah, mengalami patah tulang leher dan hidung. Supanti, 17 tahun, mengaku dianiaya majikannya, FM dan AS, warga Jalan Tebet Barat Dalam, Jakarta Selatan

"Majikan perempuan mengancam akan membunuh keluarga saya di kampung, jika saya melaporkan penganiayaan ini," kata Supanti kepada wartawan, ketika melaporkan penganiayaan itu ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan, Sabtu malam ini.

Supanti yang diambil majikannya dari sebuah yayasan di kawasan Pancoran Mas, Depok, sudah bekerja selama tujuh bulan. Selama itu pula, dia mengaku sering dianiaya jika telat bangun pagi.

Saban hari, Supanti diwajibkan bangun pagi pukul 03.40 WIB. Tapi, kadang dia bangun kesiangan, sekitar pukul 4 atau 5 WIB. “Telat sedikit, pasti dianiaya," kata Supanti.

Biasanya, sang majikan memukuli Supanti dengan perkakas rumah seperti sapu dan gunting. Kalau tak ada pemukul, si majikan kadang menendang Supanti. Akibatnya, Supanti menderita patah tulang leher dan hidung. Wajh dan tubuhnya pun lebam-lebam.

"Hasil visum Rumah Sakit Pertamina menunjukkan keretakan di tulang leher dan patah hidung," ujar Gimano, perwakilan yayasan yang mengantar Supanti melapor ke polisi.

Tak hanya mendapat siksaan. Supanti awalnya dijanjikan upah Rp 300 ribu per bulana. Tapi, ia mengaku hanya dibayar Rp 500 ribu selama tujuh bulan bekerja.

Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2006/08/27/brk,20060827-82708,id.html

Selengkapnya!

Rabu, 08 Agustus 2007

Pelecehan Dan Eksploitasi Terhadap Pekerja Rumah Tangga Anak


Saya meninggalkan rumah sejak usia lima belas tahun. Seorang agen mengatakan kepada saya bahwa saya akan dikirim ke Malaysia, tetapi saya justru ditempatkan di sebuah rumah di Tanjung Pinang [Indonesia]. Saya bangun jam 4:15 pagi. Saya menyapu lantai, membersihkan debu, memandikan anak-anak, dan mengantar seorang anak ke sekolah. Anak itu berusia tiga belas tahun.

Kemudian saya memasak untuk seluruh keluarga. Ada empat orang di rumah itu: suami, istri, dan dua orang anak. Kemudian saya melakukan pekerjaan di kebun. Saya lelah sekali ketika saya pergi tidur pada jam 10:00 malam. Saya juga harus mengangkut air dari sumur. Itu pekerjaan yang sangat melelahkan. Saya cuma punya waktu istirahat lima menit. Saya tidak mendapat hari libur sama sekali. Saya juga tidak mendapat gaji. Saya bekerja di sana selama lima bulan. Majikan saya memberi saya dua celana panjang, tiga pakaian dalam dan bra, dan dua kaos.


Majikan saya sangat kejam. Setelah saya menyapu lantai, kalau majikan saya merasa lantai itu belum cukup bersih, saya harus menyapunya lagi. Ia selalu memaksa saya untuk menjaga agar rumah selalu bersih. Seringkali ia memaksa saya membersihkan seluruh rumah dua kali sehari; pekerjaan yang sangat melelahkan. Majikan perempuan sering berteriak kepada saya dan ia pernah memukul saya satu kali. Majikan laki-laki pernah mencoba membela saya. Majikan perempuan itu kemudian berteriak kepada suaminya, “Kenapa kamu membela dia? Apa kamu tidur sama dia?” Kemudian ia menyebut saya pelacur. Saya sangat sedih. Saya mulai menangis.

Saya mencoba melarikan diri. Tetangga majikan saya mengatakan bahwa ada pekerjaan lain. Dia membantu saya melarikan diri—dia kasihan pada saya. Dia mengatakan kepada majikan saya bahwa dia membutuhkan saya untuk sebuah pekerjaan dan kemudian membawa saya ke Batam. Di sana dia memperkenalkan saya pada Sujatmi.

Sujatmi berkata bahwa saya harus mengurus anak-anaknya dan saya akan dibayar Rp.300.000 [U.S.$33,33] per bulan. Saya bekerja di rumah Sujatmi selama tiga bulan. Terkadang saya tidak mendapatkan makanan sama sekali. Saya bangun jam 4:30 pagi dan tidur jam 10:00 malam. Saya harus menyapu lantai, mencuci pakaian, dan mengurus anak. Sujatmi selalu berteriak, “Kamu itu orang miskin. Kamu harus tahu posisimu, kamu di sini ini untuk bekerja.” Saya tidak diperbolehkan keluar rumah. Saya belum pernah bertemu keluarga saya sejak saya pergi meninggalkan rumah.

Saya juga tidak mendapat gaji sama sekali. Sujatmi selalu berkata, “[Asma], saya simpan uang kamu Rp.300.000 [U.S.$33,33] dan saya akan mengantarkan kamu pulang. . . untuk berkunjung ke keluargamu.” Dia cuma berbohong. Dia tidak pernah membawa saya pulang. Dia memukul saya kalau sedang marah. Tiga kali dia memukul saya. Pernah satu kali dia menampar wajah saya dan kemudian menendang saya di atas pinggang kanan. Rasanya sakit sekali dan bengkak. Saya tidak pergi ke dokter. Dia hanya tertawa waktu saya katakan bahwa saya ingin berobat ke dokter.

Saya berkata pada Sujatmi, “Saya tidak mau lagi bekerja di sini jadi berikan gaji saya,” tapi dia berkata, “Tidak ada perjanjian. Saya akan kembalikan kamu ke agen di Tanjung Pinang.” Saya tidak mau kembali ke agen. Saya merasa tak berdaya. Akhirnya saya melarikan diri. Ketika Sujatmi sedang keluar rumah bersama anak-anak, saya pergi dari rumah itu. Saya cuma membawa Rp.20.000 [U.S.$2,22] di tangan.
—Asma, usia enam belas tahun, Medan, 31 Desember 2004.

Sumber : http://hrw.org/indonesian/reports/2005/indonesia0605/4.htm

Selengkapnya!

Majikan Sadis Siksa PRT Selama 4 Tahun



BEKASI, WARTA KOTA--Selama empat tahun bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT), Ika (24) disiksa dan dianiaya secara sadis oleh ibu majikannya. Dia selalu dipukuli habis-habisan, bahkan kedua lengan tangannya pernah disetrika. Kasus penganiayaan ini sudah dilaporkan ke Polsek Tambun, Selasa (1/8) lalu.

Dalam surat pengaduan No Pol STPL/487/VII/2006/Sek Tambun, disebutkan telah terjadi penganiayaan terhadap Ika yang dilakukan oleh ibu majikannya sendiri. Untuk memperkuat laporan korban, polisi sudah memintai keterangan dua orang saksi.

Ika kini diamankan di salah satu rumah saudaranya di daerah Tambun. Ditemui Kamis (3/8) siang, kondisi tubuh Ika terlihat sangat mengenaskan. Wajah, leher, telinga, tangan, paha, dan kepala Ika penuh bekas luka. Potongan rambutnya juga acak-acakan.
Kasus penganiayaan yang dialami Ika bertahun-tahun itu, terkuak setelah gadis asal Bengkayang, Kalimantan Barat, ini berhasil kabur dari rumah majikannya ketika ia disuruh berbelanja ke pasar Rawa Kalong. Korban lalu minta tolong kepada pengurus Gereja Bethel Indonesia (GBI), di mana Ika pernah beberapa kali beribadah di situ.

Pertama kali dia (Ika,-Red) datang ke GBI, Sabtu (29/7) pekan lalu. Ketika korban datang ke gereja, kondisinya terluka, tapi dia tidak bercerita secara rinci apa yang ia alami. " Dia hanya minta dibantu doa saja," ucap Gunarto, koster GBI Setia Mekar, ketika ditemui Kamis (3/8) siang.

Hingga hari Selasa lalu, Ika terus datang ke gereja minta didoakan. Pengurus gereja curiga, sebab luka di wajah anak keempat dari tujuh bersaudara ini tampaknya makin parah. "Kami sempat berkonsultasi dengan warga yang kebetulan anggota polisi. Setelah itu, kami membuat laporan ke polisi," ujar Gunarto.
Ika sudah empat tahun bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga Ny Rita Yunita (40) di Jalan Raya Karang Satria, RT 04/05, Desa Karang Satria, Tambun. Dia bisa bekerja di keluarga itu, karena ditawari oleh seorang temannya sejak masih tinggal di Singkawang.

Selain sebagai tempat tinggal, rumah majikan Ika yang berada di perumahan Alamanda lama ini juga dipergunakan sebagai tempat usaha salon kecatikan dan jahit baju. Suami Ny Rita yang berinisial So, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di sebuah kantor kepolisian di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.

Sejak awal bekerja, Ika berkata, ia selalu dimarahi jika tidak becus menyelesaikan pekerjaannya. "Mulanya sih dimarahi pelan-pelan, tapi makin lama makin keras hingga akkhirnya majikan menganiaya saya," ujar Ika. Gadis lulusan SD Singkawang ini pun tidak bisa berbuat apa-apa.
Lantaran tinggal jauh dari keluarganya, Ika berusaha menuruti perlakuan kasar ibu majikannya. "Yang kerap menganiaya sih ibu, kalau bapak cuma ngeliatin saja dan tidak melakukan apa-apa," ucapnya lirih.

Pernah suatu saat Ika ingin melarikan diri, tapi tidak bisa, karena semua pintu terkunci. Ika juga selalu diancam jika berani kabur dan bercerita kepada orang lain. Ia menuturkan, setiap kali melakukan kesalahan dalam bekerja, dia selalu dimarahi dan dipukul ibu majikannya, baik dengan tangan kosong atau dengan benda tajam. "Bahkan saya pernah beberapa kali diancam dengan pisau," tuturnya.

Pernah suatu waktu, lantaran terlalu lama menggosok pakaian, ibu majikannya menjadi kesal dan melampiaskan emosinya dengan menyetrika kedua tangan Ika. Bentuk penyiksaannya lainnya seperti dicubit, ditampar, dicakar, dipukul sapu, disiram air panas, dan dipotong rambutnya.
"Telinga saya jadi seperti ini karena sering dicubit oleh ibu majikan Pak, sampai-sampai daging telinga keluar. Terus bagian telinga saya juga sering ditampar, padahal belum sembuh benar, akhirnya bekas lukanya jadi melipat seperti ini," papar Ika sambil memperlihatkan daun telinga kirinya.

Ternyata, perlakuan kasar yang dilakukan Ny Rita terhadap Ika dibenarkan para tetangganya. Seperti dikatakan Acam, pemilik warung tak jauh dari rumah Ny Rita. Dia bersama istrinya sering mendengar Ika berteriak kesakitan karena dianiaya. "Ya kalau dia melapor, ya memang sudah seharusnya," tandas Acam.
Tetangga Ny Rita yang lain, Ny Upik juga mengatakan hal serupa. Dia bercerita, kepribadian Ny Ritadi lingkungan tempat tinggalnya memang tidak disenangi banyak tetangga. "Pernah pembantunya ditinggal sampai beberapa minggu, tapi nggak dikasih makan. Si Ika sampai pingsan, sebab kelaparan," tutur Ny Upik. Lalu, kata Ny Upik, Ika juga sering menjadi pelampiasan emosi majikannya, padahal dia tidak bersalah. "Yang salah tuh anaknya sendiri, tapi Ika jadi korban," tuturnya.

Pembantu yang setiap hari tidur di lantai ruang tamu ini mengatakan, ibu majikannya sering menganiaya dia dengan alasan stres, karena punya masalah.Bukan itu saja, kehidupan pahit yang dialami Ika, selain dianiaya dan disiksa, selama empat tahun bekerja, gadis yang lahir pada 27 Agustus 1982 ini tidak pernah digaji yang sebelumnya dijanjikan Rp 200.000 per bulannya. "Tapi, kalau mau beli odol, sabun, saya selalu dikasih uang, nanti dipotong gaji," paparnya.

Ketika dikonfirmasi tentang kasus penganiayaan itu, seorang ibu yang sedang menjahit di rumah Ny Rita, dengan santai mengaku bahwa dirinya bukan Rita Yunita. "Oh, ibu Rita nggak di sini, tapi di Cibitung. Kalau saya ibu Sari," kata ibu tersebut sambil menutup pintu rumah.

Namun, ketika ditanya ke Ny Upik, ibu yang sedang menjahit itu memang Ny Rita. "Ya, dia itu Rita, kalau Sari itu nama anaknya. Berarti dia bohong tuh, ketakutan kali," tukas Ny Upik seraya mengatakan, warga mengatakan setuju jika perlakuan kasar Ny Rita terhadap pembantunya dilaporkan ke polisi. (Ded)

Sumber: Warta Kota
http://kompas.com/ver1/Metropolitan/0608/04/052615.htm

Selengkapnya!